Kabupaten Lombok tengah merupakan
potensi pariwisata yang memiliki kemajuan sebagai destinasi wisata yang patut
dikunjungi. Sedangkan konsep ekowisata itu sendiri merupakan salah satu
kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek
konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal dan aspek
pendidikan.
Salah satu objek wisata yang terdapat di Lombok Tengah adalah Desa Sade.
Dusun ini berada di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah yang merupakan desa
adat suku sasak, terletak di samping jalan raya Praya-Kuta jaraknya 30 kilometer
dari kota Mataram dengan waktu tempuh satu jam perjalanan.
Sesampainya disana saya disambut dengan pemandu wisata yang ada. Namun saya
tidak memakai jasa pemandu. Ketika masuk ke dalam kami para wisatawan dimintai
sumbangan seikhlasnya. Penggunaan sumbangan ini digunakan untuk membantu rehab
rumah penduduk, penataan lingkungan
dusun dan fasilitas umum. Di bidang pendidikan sumbangan digunakan untuk
membantu anak-anak sekolah dan di bidang sosial untuk menyantuni lansia dan
anak yatim serta kegiatan festival adat budaya.
Desa seluas 5,5 Hektar ini, memiliki 150 rumah. Setiap
rumah terdiri dari satu kk, dengan jumlah penduduk sekitar 700 orang yang
kesemuanya adalah suku Sasak Lombok. Semua penduduk di desa ini masih merupakan
satu keturunan, karena mereka melakukan perkawinan antar saudara. Masyarakat di desa ini masih terbilang tradisional
karena masih mempertahankan tradisi warisan nenek moyang yang ada berupa
budaya, rumah adat, dan kesenian serta adat istiadat. Rumah-rumah di dusun ini
terbuat dari bambu dan kayu serta atap dari bahan ijuk dan jerami. Sehingga
kehidupan masyarakat disini memasak memakai kayu bakar.
Setiap rumah di Desa Sade terbagi menjadi tiga bagian. Bagian depan
untuk tidur kaum pria dan orang tua. Sementara bagian dalam yang harus melalui
dua atau tiga anak tangga menuju bagian atas berisi dapur, lumbung dan tempat
tidur perempuan. Kemudian bagian ketiga yaitu sebuah ruangan kecil yang
digunakan untuk tempat melahirkan. Walaupun setiap rumah memiliki bentuk yang
sama, tetapi terdapat pembagian menjadi tiga tipe menurut penggunaannya yakni “Bale Bonter” yakni rumah yang dimiliki oleh
pejabat desa, “Bale Kodong” untuk
warga yang baru menikah atau orangtua untuk menghabiskan masa tua. Dan terakhir
ialah “Bale Tani” yang digunakan
sebagai tempat tinggal.
Salah satu
keunikan dari Bale Tani adalah cara perawatannya. Seminggu sekali lantai Bale
Tani digosok dengan kotoran kerbau yang masih baru dengan dicampur sedikit air,
kemudian setelah kering disapu dan digosok dengan batu. Di dalam rumah ini
tidak tercium bau menyengat dari kotoran kerbau tersebut. Menurut mereka
penggunaan kotoran kerbau ini berfungsi untuk membersihkan lantai dari debu,
memperkuat lantai, serta menghangatkan rumah di malam hari. Masyarakat Sasak
percaya bahwa kotoran kerbau tersebut dapat mengusir serangga sekaligus
menangkal serangan magis.
Pekerjaan utama peduduk
Desa Sade adalah petani. Sawah yang mereka tanami hanya mengandalkan sistem
tadah hujan, tidak ada sistem irigasi sehingga panen hanya dapat dilakukan satu
kali dalam setahun. Kemudian hasil panen selama setahun tersebut disimpan di
dalam lubung padi yang didirikan di atas empat tumpukan kayu dengan atap
berbentuk topi terbuat dari alang-alang atau rumput gajah. Bangunan ini
biasanya menjadi ikon khas dari bangunan Suku Sasak.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat disana mendapatkan
penghasilan dari menenun dan menjual souvenir khas lombok. Salah satu produk
kain tenun yang menjadi ciri khas Suku Sasak adalah kain songket, yang terbuat
dari benang emas atau perak yang ditenun bersama benang katun atau sutra.
Pembuatan kain tenun di Desa Sade dimulai dari pemintalan kapas menjadi
benang. Benang tersebut kemudian diberi warna yang berasal dari pewarna alami dan
ditenun menggunakan alat tenun yang terbuat dari kayu dan bambu dengan alat
yang masih sangat tradisional. Pembuatan kain songket sepanjang dua meter
memerlukan waktu pengerjaan antara dua minggu hingga tiga bulan, bergantung
pada tingkat kerumitan polanya. Saya akhirnya tertarik membeli salah satu
souvenir gantungan kunci yang ada disana seharga 15 ribu.
Di era globalisasi seperti saat ini, Desa Sade masih
mempertahankan keaslian budaya suku Sasak demi kepentingan pariwisata guna
menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.. Dengan adanya peraturan yang
ketat Desa Sade sebagai objek wisata dan budaya tetap terjaga dari pengaruh
budaya-budaya luar. Usaha ini didukung sepenuhnya oleh masyarakat setempat yang
masih menerapkan gaya serta pola hidup mereka yang tetap tradisional dan
bersahaja, tidak ada pengaruh dari modernisasi. Sehingga nantinya Desa
Sade siap bersaing dengan desa lainnya.